Jumat, 24 Oktober 2008

Multikulturalisme Muslim di Australia


Disertasi Doktor Amin Nurdin

Ideologi Islam harus dipraktikkan di mana pun. Sedangkan multikulturalisme merupakan hasil pemikiran filsafat yang bersifat sekular.


Tak banyak orang mengetahui yang pertama kali memerkenalkan Islam di Australia adalah para nelayan asal Makassar. Ketika itu mereka rutin menangkap tripang di pantai utara Australia. Namun pelayaran para nelayan awal abad ke-18 itu tak banyak meninggalkan jejak bagi perkembangan Islam di Benua Kanguru. Fase berikutnya dimulai pada 1860-an dengan kedatangan kelompok Muslim Afghanistan yang membawa unta sebagai alat transportasi di tambang-tambang mineral. Meski masa tinggal mereka tidak berlangsung lama, namun kontribusinya terhadap perkembangan Islam diakui sebagai fondasi kedatangan Islam di Negeri Aborigin itu. “Buktinya, ditandai dengan adanya pembangunan masjid-masjid,” ungkap Dr Amin Nurdin MA dalam disertasi "Islam dan Multikulturalisme: Studi Kasus di Australia.
Migrasi Muslim ini tak berlangsung lama seiring diberlakukannya Kebijakan Kulit Putih Australia pada 1901. “Aturan ini membatasi hak kewarganegaraan yang berlaku hanya bagi kulit putih, sedangkan warga non-kulit putih ditolak kehadirannya,” papar alumnus Pondok Modern Gontor, 1976, itu. Peraturan diskriminatif ini mengakibatkan merosotnya jumlah penduduk Muslim di Australia. Ini berdampak negatif pada perkembangan Islam Australia awal abad ke-20, selama 47 tahun. Migrasi Muslim ke Australia kembali mendapat momentum setelah meletusnya Perang Dunia II.
Amin Nurdin mencatat, terjadi gelombang migrasi Muslim secara besar-besaran dari Turki dan Lebanon. Ini terjadi tahun 1960 hingga 1970-an karena alasan ekonomi dan politik. "Mereka segera melakukan konsolidasi dengan membangun basis komunitas Islam di Australia yang berpusat di kota-kota besar seperti Sydney dan Melbourne," terang Amin.Tingginya arus imigran ini menyebabkan pertumbuhan penduduk di Australia meningkat hampir dua kali lipat. Hal ini memunculkan tekanan dari komunitas etnis dan sebagian penduduk Australia terhadap kebijakan pemerintah yang masih bersifat rasis, diskriminatif, dan monokultural. Mereka menganggap ideologi ini gagal mengakomodasi warisan kultural kelompok imigran.
Karena itu diperlukan suatu kebijakan baru yang mengakui eksistensi komunitas etnis. Tekanan ini mendapat respon positif pada masa Pemerintahan Whitlam tahun 1973. Masyarakat Australia secara luas mendukung diberlakukannya kebijakan baru multikulturalisme yang menghapus kebijakan lama. Kebijakan baru ini tidak hanya diberlakukan kepada kaum imigran, tapi juga mengikat seluruh masyarakat Australia. Sebab konsep ini hendak membangun tata nilai demi mengurangi ketegangan yang pada gilirannya akan membentuk identitas nasional Australia yang baru.

Terpecah dua
Istilah multikulturalisme didefinisikan oleh para ahli secara beragam dan multidimensional. Menurut Amin, multikulturalisme merupakan sebuah tatanan sosial berprinsip keadilan yang mencerminkan nilai dan kesetaraan kelompok berbagai budaya dan etnis. Intinya, "Konsep multikulturalisme menekankan pandangan hidup terhadap realitas keragaman, pluralitas, dan multikultural terhadap kehidupan masyarakat."Semula masyarakat Muslim Australia terpecah menjadi dua kelompok dalam menyikapi penerapan multikulturalisme. Ada yang pro, ada yang menolak. Penolakan mereka khususnya dalam aspek pendidikan multikultural.
Kelompok pertama, yang mewakili mayoritas Muslim di tahun 1970-an. memunyai pandangan konservatif. Kelompok ini beranggapan bahwa ada dikotomi antara ideologi Islam dan prinsip-prinsip multikulturalisme. Kelompok ini mengatakan ideologi Islam berdasarkan Qur'an dan Sunnah harus dipraktikkan di mana pun mereka berada. Sedangkan multikulturalisme merupakan hasil pemikiran manusia yang bersifat sekular. Mereka menuntut diberlakukannya sistem syariat Islam, termasuk pengadilan Islam, kepada umat Islam di Australia.
Kelompok kedua berpandangan moderat. Mereka berpendapat bahwa ideologi multikulturalisme tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sebab, prinsip-prinsip multikulturalisme ingin menyatukan realitas masyarakat yang plural dalam sebuah identitas nasional sejalan dengan kandungan Qur'an, yaitu toleransi dan keadilan. Amin mengatakan, Islam di Australia mestinya dilihat sebagai salah satu acuan bagi keberhasilan multikulturalisme, seperti halnya Islam di Prancis yang dianggap menghambat sekularisme. Nilai-nilai agama Islam, kepercayaan, dan praktik keagamaannya dipandang sebagai sesuatu yang berpotensi menimbulkan konflik dengan organisasi masyarakat di kota-kota Barat.
Pemakaian hijab (cadar) dan tidak adanya kesetaraan jender dalam Islam merupakan tantangan nyata terhadap kompromi ruang publik yang sekular. Karena itu kehadiran imigran Muslim selalu dipandang sebagai “yang lain” (the other).Disertasi ini ingin menjelaskan bahwa konflik ideologis yang dihadapi umat Islam di Australia di tahun 1980-an bukanlah sesuatu yang statis, melainkan bersifat dinamis. Kelompok Muslim tengah menegosiasikan kemusliman mereka dengan kehidupan masyarakat Australia dan lembaga-lembaga yang ada. Latar belakang mereka yang sebelumnya pedesaan dan kini menjadi masyarakat perkotaan telah mengubah pandangannya terhadap lanskap Australia dengan segala pernik budayanya.
Di samping itu secara ekonomi, kehidupan mereka telah terangkat dengan meningkatnya penghasilan mereka setiap tahun. Begitu pula di bidang pendidikan, rata-rata generasi kedua dan ketiga lebih terdidik dengan berdirinya sekolah-sekolah reguler Islam yang disubsidi pemerintah Australia. Secara kultural, mereka mulai melakukan dialog dalam memahami pluralitas agama. Uniknya kegiatan ini diselenggarakan berbagai pimpinan etnis yang juga berbeda agama.

Tak sengaja
Ide disertasi muncul secara tak sengaja dari obrolan Amin Nurdin dengan Dr Lea Jellineck dan Hugh O’Neal (keduanya dosen Universitas Melbourne), dalam suatu undangan makan siang di rumah Hugh O’Neal, di tengah Kota Melbourne, Australia. Ketika mendengar rencana Amin tentang tema penelitian, kedua Indonesianis ini menyarankan Amin Nurdin untuk meneliti posisi agama di tengah masyarakat Australia yang multikultural, karena sangat terbatasnya literatur yang membahas itu. “Tanpa disadari mereka telah menginspirasi saya mewujudkannya dalam sebuah disertasi,” ungkap Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta ini.
Disertasi Amin ini diuji oleh Prof Komaruddin Hidayat, Prof Bakhtiar Effendy, dan Dr Jamhari di UIN Jakarta. Amin menyimpulkan, dalam implementasinya konsep pendidikan multikultural berhasil mengelola berbagai konflik yang diindikasikan dengan rendahnya beragam potensi kekerasan politik, etnik, dan keagamaan. Implikasi multikulturalisme telah melahirkan kebangkitan komunitas Muslim Australia, yang ditandai dengan maraknya pembangunan masjid-masjid, sekolah-sekolah Islam, dan berbagai organisasi Islam. “Lihat saja, nyaris tak ada konflik dan kekerasan fisik yang terjadi belakangan ini,” kata Amin kepada Majalah Gontor.n
Biodata
NAma : Dr M Amin Nurdin, MA
Lahir : Sumatera Barat, 3 Maret 1955
Pekerjaan:
Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta
Pendidikan:
- Program Doktor UIN Jakarta (2006)
- Pascasarjana UIN Jakarta (1992)
- Fakultas Ushuluddin IAIN Jakarta (1985)
- KMI Pondok Modern Gontor (1976)
Pengalaman Kerja:
- 1987-sekarang: Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta
- 2004-sekarang: Dosen Universitas Al-Azhar Indonesia, Jakarta
- 2005-sekarang: Ketua Umum Dewan Dakwah Risalah (DDR) Jakarta
- 1999-sekarang: Salah satu pendiri Yayasan Kamil (LSM) di Jakarta
- 1988-1989: Pemimpin Redaksi Jurnal ‘Ulumul Qur’an, LSAF, Jakarta
- 1982-1986: Redaktur Pelaksana Majalah Nasihat Perkawinan dan Keluarga (PT Pustaka Antara - Depag RI)
- 1980-1981: Wartawan Majalah Mingguan TOPIK di Jakarta

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Assalamualaikum, kang..tata! lam kenal, niy dari mahsiswi UIN Jakarta.
Blog akang, gak sengaja diliat dari google. kebetulan saya sedang mencari profil Dr Amin Nurdin MA, karena ada tugas wwncara dengan beliau.
Tulisan akang sangat membantu saya untuk mengenal lebih dekat sosok beliau (menjadi pengantar) saya interview. Bermanfaat tuh ya kang..
thanks..
ummu-FDK

MutiaraQ mengatakan...

Assalmu’alaikum..

Waah.. makasih artikelnya bro..
kalo artikel yang mengenai muslim di canada ada gak ya bro..
I.Allah kalo lancar2 urusane agustus ane mo bermukim di canada ney.. tapi blom ada info tentang muslim disono..

thanks any way:)